.: Madrasah Ibtidaiyah :. Madrasah Ibtidaiyah yang kedudukannya setara dengan Sekolah Dasar (SD) di Departemen Pendidikan Nasional dianggap sebagai satu jenjang pendidikan formal yang paling penting dalam perkembangan setiap individu. Jenjang pendidikan ini mengajarkan tentang dasar-dasar ilmu pengetahuan, seperti membaca, menulis, dan berhitung serta menanamkan dasar-dasar nilai moral kepada setiap anak. Merupakan kewajiban para orangtua untuk mendorong anak-anak agar dapat menyelesaikan jenjang pendidikan ini yang merupakan dasar penting sebelum melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi untuk meraih gelar-gelar terhormat dan prestasi-prestasi lainnya. Sama halnya dengan Sekolah Dasar, Madrasah Ibtidaiyah, dibagi menjadi Madrasah IbtidaiyahNegeri (MIN) dan Madrasah IbtidaiyahSwasta (MIS). Yang disebut terakhir pengelolaannya dapat dilakukan oleh perseorangan maupun kelompok. Pada tingkat Madrasah Ibtidaiyah kemudian juga dikenal isilah Madrasah Ibtidaiyah Negeri Model (MIN Model). Madrasah Ibtidaiyah Negeri Model adalah madrasah yang di desain dengan berbagai kelengkapan serta keunggulan dalam aspek akademik, kualifikasi guru dan kepala madrasah, fasilitas serta memiliki kualitas manajemen dan administrasi yang baik. Keberadaannya dimaksudkan untuk menjadi contoh dan pusat sumber belajar bersama bagi madrasah lain yang ada di sekitarnya. Hingga saat ini, jumlah Madrasah Ibtidaiyah Negeri Model tercatat sebanyak 24 madrasah yang tersebar di enam propinsi melalui proyek pendidikan tingkat dasar (BEP) ADB Loan No. 1442 INO. Departemen Agama melalui unit barunya, yaitu unit Data dan Informasi Pendidikan Islam- sebelumnya dikenal dengan Sistem Informasi Manajemen Pendidikan (SIM-P) yang berkedudukan di bawah Sekretarist Ditjen Kelembagaan Agama Islam-, telah melakukan pengumpulan data dan statistik serta kemudian melakukan analisa secara kualitatif dan kuantitatif terhadap madrasah aliyah, madrasah tsanawiyah dan madrasah ibtidaiyah sejak Tahun Pelajaran 1998/1999. Pendataan secara komperhensif tersebut menghasilkan berbagai informasi penting. Seperti, terjadinya tren peningkatan jumlah siswa berturut-turut selama empat tahun pendataan, guru yang tidak memenuhi kualifikasi dan masalah penyebaran guru, ketersediaan tanah madrasah dan masalah keuangan madrasah. Untuk mendapatkan lebih banyak informasi tentang perkembangan madrasah ibtidaiyah, berikut ini uraian singkat mengenai kondisi obyektif madrasah ibtidaiyah: 1. Lembaga Jumlah MI di Indonesia adalah 22.799, meliputi 1.482 (6,5%) Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) dan 21.317 (93,5%) Madrasah Ibtidaiyah Swasta (MIS). Dari jumlah MIS yang ada, sebanyak 12.587 atau 59,0% MIS telah diakreditasi sedangkan sisanya, yaitu 8.730 atau 41,0% masih berstatus terdaftar atau belum terdaftar. 2. Daya Tampung Pada awal TP 2001-2002, jumlah pendaftar untuk kelas satu adalah 579.992 pendaftar. Sebagian besar mereka tidak melalui pendidikan pra sekolah sebanyak 54,3%, sedangkan sisanya berasal dari TK Umum (10,9%) dan TK Islam (34,8%). Jumlah murid yang diterima sebagai murid baru pada kelas 1 sebanyak 568.402 atau 98,0% dari jumlah pendaftar yang ada. Jadi ada sekitar 11.590 pendaftar tidak dapat ditampung. Daya serap untuk MIN dan MIS masing-masing adalah 95,6% dan 98,3%. 3. Murid, Kelas dan Angka Partisipasi Jumlah murid pada TP 2001-2002 adalah 3.075.528, dengan mengalami peningkatan sebesar 2,6% atau 76.909 murid dibandingkan dengan TP 2000-2001. Jumlah rombongan belajar (rombel) pada TP 2001-2002 tecatat sebanyak 144.849 dengan rasio antara murid terhadap rombel pada MIN dan MIS berturut-turut adalah 21,4 dan 21,2. Angka Partisipasi Kasar (APK) pada MI adalah 10,82%; yaitu 1,02% pada MIN dan 9,80% pada MIS. 4. Tingkat Kenaikan Kelas, Tingkat Transisi, Pengulang, Drop Out, dan Beasiswa Tercatat bahwa tingkat kenaikan kelas secara keseluruhan mencapai 94,7%. Sedangkan tingkat kelulusan murid kelas enam sebesar 98,4%. Tingkat transisi murid dari kelas 1 ke kelas 2; kelas 2 ke kelas 3; kelas 3 ke kelas 4; kelas 4 ke kelas 5 dan kelas 5 ke kelas 6 masing-masing sebesar 92,0%; 96,7%; 96,1%; 95,6% dan 94,6%. Tingkat pengulang masih relatif tinggi mencapai 2,9% atau 90.630 murid. Jumlah murid putus sekolah (drop out) realtif lebih rendah sebesar 0,7% atau 22.385 murid. Jumlah murid yang memperoleh beasiswa selama TP 2001-2002 sebanyak 184.615 atau 6,2% dari jumlah seluruh murid yang ada. Sebanyak 155.994 atau 84,5% beasiswa tersebut berasal dari pemerintah dan 28.621 atau 15,5% dari lembaga swasta (perusahaan swasta, organisasi sosial & keagamaan atau secara perorangan). 5. Status Sosial-ekonomi Orangtua Berdasarkan latar belakang pendidikan, sebesar 7,8% orangtua murid tidak memiliki pendidikan formal; 48,5% berpendidikan sekolah dasar; 41,0% menempuh pendidikan menengah (sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas), dan sisanya 2,6% memiliki pendidikan tinggi (Perguruan Tinggi atau Akademi). Dilihat dari pekerjaan, sebagian besar orangtua murid bekerja sebagai petani (46,2%), diikuti oleh buruh (16,7%), dan 14,7% sebagai pedagang. Sisanya adalah karyawan swasta, pegawai negeri, nelayan, sopir, pensiunan, dan lainnya. Berdasarkan tingkat penghasilan, sebanyak 50,5% orangtua murid tidak mempunyai penghasilan yang tetap. Sebesar 13,5% memiliki penghasilan kurang dari Rp100.000. Orangtua yang memiliki penghasilan antara Rp100.000 sampai Rp 500.000 sebanyak 31,0%, dan penghasilan lebih dari Rp500.000 (5,0%). 6. Kualifikasi dan Spesialisasi Pendidikan Guru; Usia Pensiun Jumlah guru sebanyak 196.374 yang terdiri dari 19,0% atau 37.396 guru yang berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS), sisanya sebanyak 158.978 atau 81,0% adalah guru Non-PNS. Pada Madrasah Ibtidaiyah Negeri terdapat guru PNS sebanyak 11.478 atau 65,2% dari jumlah seluruh guru yang ada di MIN. Sedangkan pada MIS guru PNS berjumlah 25.918 atau 14,5% dari seluruh guru yang ada di MIS. Dalam kelompok guru PNS, sekitar 69,3% atau 25.907 guru adalah lulusan dari D2 sampai S1. Sebanyak 11.489 guru atau 30,7% merupakan lulusan dari SLTA/PGA sampai D1. Secara keseluruhan, terdapat sebanyak 129.175 guru atau 65,8% secara kualifikasi pendidikan kurang memenuhi syarat sebagai guru MI (PGA-D1) dan sebanyak 67.199 guru atau 34,2% telah memenuhi syarat (D2 sampai S1). Selain itu tercatat sebanyak 170.568 guru atau 86,9% mempunyai latar belakang pendidikan atau spesialisasi dari Pendidikan Agama Islam (PAI) dan hanya 25.806 guru atau 13,1% berasal dari pendidikan umum. Sedangkan dalam kenyataan tercatat sebanyak 134.688 atau 68,6% bertugas sebagai Guru Kelas. Jadi terdapat mismatch yang cukup besar dimana guru dari PAI bertugas sebagai Guru Kelas. Jumlah guru PNS di MI yang menjelang pensiun bejumlah 6.655 guru. Sementara, guru Non-PNS yang telah berusia lebih dari 55 tahun berjumlah 2.511 guru. Jadi dalam waktu 5 tahun mendatang harus disediakan guru untuk menggantikan mereka, disamping ada kebutuhan lain karena adanya peningkatan jumlah murid untuk setiap tahunnya. 7. Kekurangan Guru Rasio guru-murid pada TP ini adalah 1:18,5 dengan kekurangan guru sebanyak 39.080 dengan perincian: 24.086 untuk Guru Kelas, 12.962 - Guru PAI dan 2.032 Guru PJK. 8. Kepemilikan Tanah dan Keuangan Kepemilikan tanah pada sistem pendidikan madrasah pada umumnya diperoleh dari sumbangan orangtua dan masyarakat melalui wakaf/BP3, sebesar 95,5% dan sisanya diperoleh dari pemerintah, yaitu 4,5%. Status tanah madrasah diklasifikasikan sebagai berikut: 54,2% bersertifikat, sementara 45,8% belum memiliki sertifikat. Keuangan pada MI diperoleh dari Pemerintah sebesar 58,0 % dan Orangtua/BP3 42,0%. 9. Fasilitas Madrasah Madrasah Ibtidaiyah membutuhkan 38.635 ruang kelas baru dan sebanyak 36.344 ruang kelas yang ada harus segera direhabilitasi. Selain itu MIN kekurangan meja belajar sebanyak 45.507 dan 89.377 kursi untuk murid; MIS kekurangan meja belajar sebanyak 723.407 dan 1.255.652 kursi untuk murid.