From: Ismail Fahmi To: Chris Dagg Cc: Cnrg@Itb.Ac.Id Subject: [CNRG] data ttg jumlah pengguna internet di Indonesia [1] Date: Thursday, February 24, 2000 11:38 AM http://www.kompas.com/it/news/9909/hitung.htm 21 September 1999 Menghitung Konsumen Indonesia di Internet Nilai transaksi e-commerce di Internet mencapai puluhan milyar dollar AS per tahunnya. Tahun 2003 diperkirakan transaksi di Internet mencapai nilai 3,2 trilyun dollar AS. Ambil contoh transaksi barang-barang antarperusahaan di Internet tahun 1998, menurut Forrester Research Inc, sebuah perusahaan riset e-commerce, transaksinya mencapai 43 milyar dollar AS. Dengan tingkat pertumbuhan diperkirakan 99 persen, tahun 2003 transaksi itu akan mencapai 1,3 trilyun dollar AS. Forrester Research memperkirakan pembelanjaan iklan di Internet di AS akan berkembang dari 2,8 milyar dollar AS tahun ini menjadi 22 milyar dollar AS tahun 2004 melebihi pembelanjaan iklan untuk iklan tradisional di majalah dan radio. Pembelanjaan iklan di Internet di luar AS akan meningkat dari 502 juta dollar AS tahun 1999 menjadi 10,8 milyar dollar AS tahun 2004. Pembelanjaan iklan online di Eropa mencapai 5,5 milyar dollar AS tahun 2004, Asia/Pasifik 3,3 milyar dollar AS, Amerika Latin 1,6 dollar AS tahun 2004. Tidak heran kalau nilai transaksi di Internet mencapai milyaran sampai trilyunan dollar AS jika melihat pengguna Internet di dunia yang jumlahnya 200 juta orang. Di Amerika Serikat setiap rumah memiliki minimal satu piranti komputer yang terhubung ke Internet. Praktis tidak ada warga AS yang tidak memiliki akses ke Internet. Bagaimana dengan di Indonesia? Berapa orang yang memiliki akses ke Internet? Berapa banyak orang yang memiliki akses ke Internet bersedia bertransaksi di Internet? Masih rendah Di Indonesia berdasarkan izin yang dikeluarkan pemerintah ada 46 perusahaan penyedia jasa internet atau internet service provider. Menurut catatan Asosiasi Penyedia Jasa Internet Indonesia (APJII), seperti diungkapkan oleh Sekretaris Jenderal APJII Sanjaya, hanya 35 perusahaan yang aktif beroperasi. Dari 35 perusahaan ISP yang aktif itu, pelanggannya diperkirakan mencapai 250.000 orang. "Jumlah ini bisa ditambah lagi dengan pengguna Internet yang mengakses Internet dari jaringan perusahaan, warung Internet, atau pinjam account orang lain, hingga jumlah seluruhnya diperkirakan 500.000 orang," kata Sanjaya. Pengguna Internet diperkirakan dua kali pelanggan Internet. Menurut hasil survei MARS Indonesia tahun 1999, tepatnya Mei 1999, jumlah pengguna Internet di Indonesia pada akhir tahun 1999 diperkirakan mencapai 320.000 orang, ungkap M Affandi dari Indosat.net, penyedia layanan Internet paling besar di Indonesia ini. Pelanggan Indosat.net dial-up ada 35.000 orang dan 200 pelanggan perusahaan atau leased line. Pelanggan 320.000 orang itu, berdasarkan MARS versi Indonesia, terdiri dari 242.000 pelanggan personal plus 78.000 pelanggan perusahaan. Pelanggan personal adalah yang mengakses melalui dial-up, sedangkan pelanggan perusahaan yang mengakses melalui leased line. MARS Indonesia memperkirakan tingkat pertumbuhan pengguna Internet di Indonesia antara 1999-2003 mencapai 23 persen per tahunnya. Jadi sampai akhir tahun 2003 pengguna Internet di Indonesia diproyeksikan akan mencapai 740.000 account. Dengan asumsi satu account digunakan oleh tiga orang, maka akhir tahun ini jumlah orang yang terhubung ke Internet mencapai hampir satu juta orang dan pada akhir tahun 2003 mencapai 2,2 juta orang. APJII mentargetkan pada tahun 2002 akan ada 5 juta pengguna Internet, atau tumbuh 10 kali lipat dalam kurun waktu tiga tahun. "Jadi kira-kira satu juta akhir tahun 2000, dua juta akhir tahun 2001, dan lima juta akhir tahun 2002," kata Sanjaya. Di Jakarta, MARS Indonesia memproyeksikan akhir tahun 1999 pelanggan Internet akan mencapai 126.115 dial-up dan 39.325 pelanggan perusahaan atau total 165.440 akses. Tahun 2003 diproyeksikan menjadi 303.128 pelanggan dial-up dan 74.749 pelanggan perusahaan atau total 377.877 akses. "Pengguna Internet sangat tersebar di Indonesia. Kalau melihat profil ISP yang banyak membuka cabang di luar Jakarta, terlihat aktivitas yang cukup tinggi di cabang-cabang mereka. Kawasan Barat Indonesia lebih beruntung karena infrastruktur komunikasi lebih siap. Kaawsan Timur Indonesia agak tertinggal karena untuk membuka titik akses di sana masih harus menggunakan VSAT yang sewanya pakai dollar AS," ujar Sanjaya. "Sejumlah ISP terlihat terus mengembangkan akses di daerah karena potensi mendapatkan pemasukan dari domestik traffic sama besarnya dengan international traffic," lanjut Sanjaya. MARS Indonesia memproyeksikan pertumbuhan pengguna Internet di dua kota besar lainnya yaitu Surabaya pada akhir 1999 mencapai 38.642 pengguna, pada tahun 2003 mencapai 84.899 pengguna. Dan di Medan pada akhir 1999 mencapai 20.171 pengguna menjadi 54.924 pengguna. Memang pertumbuhan pelanggan Internet menurun tajam akibat krisis moneter dan ekonomi yang melanda Indonesia. "Dalam kondisi normal pertumbuhan pelanggan Internet 100 persen per tahun. Tetapi diharapkan pertumbuhan akan kembali lebih dari dua kali lipat per tahunnya," ungkap Sanjaya. MARS Indonesia memperkirakan pertumbuhan pengguna Internet hanya 23 persen per tahun. Penghambat Memang secara umum penghambat pertumbuhan Internet di Indonesia adalah krisis ekonomi. "Pada kondisi sekarang, penghambat pertumbuhan Internet adalah daya beli masyarakat yang sangat menurun. Setelah sandang, pangan, dan papan, mungkin Internet masih harus bersaing dengan handphone. Masih kalah gengsi," kata Sanjaya. Persoalan lainnya adalah, "Mahalnya bandwith ke luar negeri yang bisa memakan 50-60 persen dari penghasilan ISP," kata Sanjaya menambahkan. "Perlu persaingan yang lebih sehat di sektor penyedia backbone ke luar negeri. Untuk sambungan domestik, antar-kota atau antar-pulau, juga perlu lebih banyak alternatif lagi yang lebih murah dan handal." "Sewa bandwith mahal karena semua biaya koneksi ke luar negeri, misalnya AS, ditanggung oleh operator telekomunikasi (full circuit), di mana ISP itu berada. Mestinya, half circuit Indonesia ke AS operator Indonesia yang tanggung, dan half circuit dari AS ke Indonesia operator AS yang tanggung. ISP negara-negara Asia juga sudah mulai teriak ke AS mengenai hal itu, agar biaya network untuk Internet ditanggung bersama," kata Affandi. Indosat adalah salah satu operator yang menyediakan akses sambungan ke luar negeri, seperti AS (melalui MCI, Global One) dengan lebar saluran 8 MB, ke Jepang (melalui KDD, IDC, AIH) dengan lebar 6,5 MB, Kanada (melalui Teleglobe) dengan lebar 8 MB, ke Singapura dengan lebar 2 MB, Malaysia 128 KB, dan Korea dengan lebar 512 KB. Hambatan lainnya, mungkin kurangnya dorongan dan perhatian dari pemerintah. "Perhatian pemerintah memang sangat kurang jika dibandingkan dengan negara tetangga. Hal ini bisa dimengerti karena prioritas pemerintah Orde Baru tampaknya lebih ke pengembangan industri ketimbang informasi. Harapan saya pemerintah yang baru lebih menaruh perhatian pada sumber daya manusia dan deregulasi infrastruktur informasi. Kalau perlu subsidi yang besar ke Indonesia timur," demikian pendapat Sanjaya. "Kita bisa dibilang tertinggal dari Singapura dan Malaysia, bahkan dari Thailand dan Filipina. Tetapi jangan lupa secara geografis mereka lebih kecil, sedangkan kita berbentuk kepulauan yang sangat luas. Jadi kalaupun pemerintah mau menarik kabel serat optik dari Sabang sampai Merauke, biayanya jauh lebih besar dari negara tetangga," kata Sanjaya lebih lanjut. "Sebenarnya ini sudah diantisipasi dengan adanya Satelit Palapa. Sayangnya harga sewa transponder dan biaya total sambungan kok jadi lebih mahal. Ini yang aneh, padahal di Eropa harga sewa sambungan VSAT jauh lebih murah," tambah Sanjaya. Cukup Jika benar ada kurang lebih 500.000 orang yang memiliki akses ke Internet, apakah jumlah itu sudah cukup untuk mendorong tumbuhnya e-commerce di Indonesia? Tidak ada angka pasti berapa nilai transaksi e-commerce yang bisa dinikmati perusahaan di Indonesia melalui Internet. Direktur Utama Microsoft Indonesia Richard Kartawijaya, dalam kesempatan diskusi, menilai jika ada 250.000 account pelanggan Internet di Indonesia dan diasumsikan satu account dipakai oleh antara 3-5 orang, sehingga jumlah orang yang memiliki akses ke Internet antara 750.000-1.250.000 orang, sudah cukup untuk mendukung e-commerce. John Grygorcewitz manajer senior dari Ernst & Young Consulting, menilai jenis e-commerce antara bisnis dengan bisnis sudah terjadi dengan baik. Sedangkan jenis e-commerce antara bisnis dengan konsumen, dengan jumlah konsumen seperti sekarang ini sudah cukup. Tico Kamayana, penasihat teknik dari PricewaterhouseCoopers Indonesia Consultant menilai untuk mengembangkan e-commerce di Indonesia perlu ada faktor pendorong. Ia memberikan contoh kasus bagaimana Negara Bagian Australia Barat menciptakan komunitas e-commerce supaya tercapai jumlah massa kritisnya. "Pemerintahan Western Australia membuat ketentuan perusahaan yang ingin ikut procurement activity (penawaran barang ke pemerintah negara bagian) harus melalui e-commerce. Atau yang ingin mensuplai ke pemerintah negara bagian itu harus menjadi anggota komunitas itu," kata Tico Kamayana, dalam kesempatan diskusi mengenai Digital Nervous System yang diselenggarakan Microsoft Indonesia belum lama ini. Ia menganjurkan model seperti ini dilakukan juga di Indonesia untuk mengembangkan e-commerce domestik. Adanya perusahaan melakukan e-commerce harus didukung dengan jumlah massa kritisnya. APJII saat ini sedang berusaha aktif untuk meningkatkan pengguna Internet melalui program SMU2000 yaitu program yang menghubungkan siswa SMU ke Internet. Program ini diharapkan bisa meningkatkan jumlah orang yang memiliki akses ke Internet sebanyak 1-2 juta orang sampai tahun 2000. Walaupun kerja sama APJII dengan pemerintah sudah lebih baik, masih ada sejumlah kritik, antara lain masih adanya monopoli penyelenggara jaringan. "Saya mengimbau agar penyelenggara ISP diizinkan menggunakan backbone alternatif selain perusahaan yang mendapatkan monopoli sekarang, supaya harga bisa lebih murah. Selain itu ISP perlu diperbolehkan menjual seluruh aplikasi di atas Internet, termasuk voice dan videoconferencing, mungkin untuk closed user group dulu seperti di Singapura," kritik Sanjaya. Affandi cukup optimis melihat prospek Internet di Indonesia. "Saat ini memang lagi agak seret karena diterpa badai krisis ekonomi. Namun mulai tahun 2001 saya kira Internet di Indonesia akan tumbuh pesat. Di Indonesia Internet masih barang baru, infrastruktur sedang dibangun baik oleh operator telekomunikasi maupun ISP. Produk Internet yang laku baru untuk akses, sedangkan untuk isi seperti e-commerce saat ini masih kecil pasarnya. Saya kira perlu 2-3 tahun lagi baru ramai pasarnya," kata Affandi. Sanjaya juga melihat masa depan Internet di Indonesia bagus sekali. "Indonesia yang punya penduduk cukup banyak, punya kesempatan untuk menjadi produser sekaligus konsumen informasi dan e-commerce yang pasarnya sangat besar. Kita perlu cepat belajar dan menguasai medium baru ini sehingga potensi yang ada bisa betul-betul terujud," kata Sanjaya. Kalau perusahaan-perusahaan Indonesia tidak mulai sekarang menyiapkan diri melakukan bisnis di atas Internet. Ketika krisis berlalu, ketika jumlah orang yang memiliki akses ke Internet bertambah, saat itulah mulai memanen buah yang ditanam sejak sekarang ini. (harry surjadi) ---------------------------------------------------------- Holy Quran search engine & Daily Quran is available at http://alquran.itb.ac.id