Utang vs. Investor Untuk Membangun? Onno W. Purbo, ITB. Terus terang saya bukan ahli ekonomi bahkan tidak mempunyai latar belakang pendidikan di bidang ekonomi. Terkadang saya hanya heran melihat cara ekonom kita membangun Indonesia dengan demikian besar hutang luar negeri. Kemungkinan besar saya memang terlalu naif dibidang ekonomi. Tulisan ini merupakan pengalaman pribadi bersama rekan-rekan selama lebih dari lima (5) tahun terakhir berusaha membangun sebuah jaringan Internet pendidikan di Indonesia yang saat ini sudah berhasil mengkaitkan 25+ lembaga pendidikan ke Internet melalui jaringan AI3 Indonesia (ai3@itb.ac.id). Termasuk kami harus mengembangkan sendiri banyak teknologi pendukungnya yang dilakukan oleh rekan-rekan yang sangat berdedikasi di sysop-l@itb.ac.id & cnrg@itb.ac.id yang diharapkan dapat menjadi cikal bakal inti dari industri teknologi informasi Indonesia dimasa mendatang. Jaringan AI3 Indonesia barangkali merupakan salah satu jaringan pendidikan terbesar di Indonesia yang dibangun dengan lebih banyak swadaya masyarakat & tidak terlalu bertumpu dana pemerintah apalagi utangan dari Bank Dunia, ADB apalagi dari IMF. Dana masyarakat / mahasiswa / pelajar digunakan langsung untuk membiayai investasi maupun operasional infrastruktur Internet yang dibutuhkan. Strategi sederhana ini ternyata berhasil membuahkan sebuah jaringan yang besar yang sifatnya swadaya masyarakat yang rasanya hingga saat ini tidak / belum teridentifikasi dengan baik di BAPPENAS maupun oleh DEPDIKBUD. Secara finansial, dunia pendidikan tampaknya memang sangat mungkin untuk melakukan hal ini & sustainable. Bayangkan sebuah fasilitas akses internet dengan sekitar 20 komputer di sebuah lembaga pendidikan akan membutuhkan biaya investasi sebesar Rp. 200 juta rupiah, dengan biaya akses Internet melalui jaringan AI3 Indonesia yang besarnya bervarisasi tergantung kecepatan yang digunakan & dengan harga khusus dari pihak PT. Telkom untuk pendidikan maka biaya operasional per bulan dapat ditekan sekitar Rp. 1.5 - 3 juta / bulan / perguruan tinggi. Dengan dibebani sekitar 500-1000 orang yang membayar iuran sebesar Rp. 7500-10.000 / bulan untuk mail dan Rp. 3000 / jam utk akses Web maka seluruh investasi & biaya operasional akan kembali dalam waktu sekitar 1-2 tahun. Sehingga secara bisnis, usaha ini menjadi sangat menarik. Dari sisi operasional, jaringan ini ternyata menumbuhkan ahli-ahli bidang teknologi informasi bagi Indonesia dengan pola diskusi yang sifatnya transfer teknologi di sysop-l@itb.ac.id maupun publikasi hasil-hasil penelitian di web, misalnya http://xxx.itb.ac.id/~cnrg/ dan http://www2.unpar.ac.id/sql/n21/index.html Para ahli ini sifatnya tersebar di 25+ lembaga AI3 Indonesia yang terkait ke gateway AI3 di ITB. Dengan penyebaran para ahli ini tampaknya juga menimbulkan dampak pada masyarakat sekitarnya maupun pada usaha kecil, menengah maupun besar yang ada di daerah-daerah tempat usaha tersebut berada. Tampaknya potensi untuk membuka lapangan pekerjaan dengan teknologi informasi ada, dengan adanya orang-orang yang ahli & berdedikasi. Tampaknya keberadaan jaringan Internet pendidikan tidak hanya menguntungkan mahasiswa & lembaga pendidikan tapi juga usaha-usaha yang ada disekitarnya. Keuntungan yang diperoleh ini jauh lebih besar daripada investasi maupun biaya operasional yang dibayarkan setiap bulannya. Hal yang lebih menarik lagi untuk disimak, ternyata keberadaan jaringan pendidikan yang sifatnya swadana ini ternyata telah menarik banyak perusahaan maupun investor asing yang ingin berkontribusi langsung pada pengembangan usaha jaringan pendidikan ini. Hal ini benar-benar terjadi karena saat ini berbagai pembicaraan & bentuk kerjasama mulai digalang dengan teman-teman kami di Canada, Amerika Serikat, Australia, Jepang dll. Mereka bahkan secara eksplisit secara terang-terangan berusaha mengeluarkan dana / uang untuk usaha kerjasama dengan jaringan pendidikan AI3 Indonesia yang sifatnya swadana ini. Menarik sebetulnya untuk disimak, di satu pihak pemerintah kabinet reformasi Pak Habibie tampaknya cukup seru untuk mencari dana utangan dengan IMF dll. Di lain pihak, ada pihak-pihak di luar negeri juga yang sangat tertarik untuk melakukan investasi ke dalam negeri dengan resiko yang di tanggung oleh mereka artinya Indonesia tidak terkena beban hutang sama sekali. Khususnya ke dunia pendidikan yang kami alami sendiri. Pola kerjasama yang dibangun oleh pihak-pihak asing ini umumnya sifatnya kemitraan yang sama-sama menguntungkan, baik kami di Indonesia maupun pihak luar negeri. Sebagai contoh, pihak Canada memberi kesempatan kepada kami untuk berkenalan dengan sekitar 200-400 pimpinan industri teknologi informasi di Canada - mereka sangat ingin bermitra untuk investasi; usaha mengkaitkan perpustakaan Indonesia-Canada menjadi satu jaringan; usaha pengkaitan jaringan AI3 Indonesia dengan SingaREN & CA*Net-2 dan masih banyak lagi. Usaha yang sama dari Amerika Serikat dilakukan oleh Motorola (misalnya dengan kerjasama pendidikan dengan ITB), Microsoft (program Authorized Academic Training Program AATP@ITB.ac.id). Dengan pihak Jepang, berbagai program yang bernaung dibawah JICA, seperti Higher Engineering Education (HEE) Network. Inisiatif APEC yang di motori oleh Australia, yang melakukan penetrasi pasar E-Commerce melalui jaringan pendidikan Rekan-rekan Asia Pasifik yang tergabung dalam APAN dengan akses 70 Mbps ke STARTAP dimana jaringan pendidikan AI3 Indonesia terkait didalamnya. Dan masih banyak lagi inisiatif internasional lainnya yang terkait pada inisiatif jaringan Internet pendidikan. Pola-pola self-financing yang memberdayakan pelaku dilapangan juga di anut oleh konsep Nusantara-21 yang dikembangkan oleh Yayasan Litbang Telekomunikasi Informatika (YLTI) yang dipimpin langsung oleh Pak Parapak. Hal ini dijelaskan secara eksplisit dalam kerangka konseptual Nusantara-21 YLTI pada http://n21.ac-id.net. Peran swasta maupun investor (baik dalam maupun luar) diharapkan menjadi dominan dalam pergerakan transformasi bangsa Indonesia menuju knowledge based society yang menjadi Visi Nusantara-21 YLTI ini. Interaksi dengan Voluntary Board N21 YLTI ini dapat dilakukan melalui E-mail pada n21-sc@itb.ac.id, sedang diskusi-diskusi yang sifatnya interaktif antar player diharapkan dapat dilakukan melalui berbagai mailing list termasuk n21@itb.ac.id. Berdasarkan pengalaman kami bersama rekan-rekan di dunia pendidikan selama lima (5) tahun terakhir berjuang dilapangan dengan dukungan minimal dana pemerintah (apalagi utangan dari IMF), tetapi lebih bertumpu pada swadaya & kemampuan masyarakat pendidikan telah menunjukan hal yang sangat positif yang memungkinkan pola pembangunan yang sifatnya community based bottom up development processes dengan cara memberdayakan & meng-encourage sumber daya manusia yang ada. Tampaknya pola menarik investor asing yang didukung oleh sebuah inisiatif masyarakat yang swadaya & swadana yang didukung oleh kelompok SDM yang berdedikasi & militan seperti di sysop-l@itb.ac.id & cnrg@itb.ac.id akan memberikan kontribusi pada pembangunan bangsa dengan menekan resiko hutang / beban ekonomi serendah mungkin sehingga tidak membebani generasi penerus. Mungkin yang perlu dipikirkan oleh pemerintah lebih pada bagaimana memperlancar perpustaran roda usaha, karena selama ini tampaknya ada banyak hambatan di lapangan yang terjadi terutama karena lambatnya wahana sistem birokrasi yang ada. Mungkin saya terlalu naif dari sisi ekonomi, tapi kami berharap berbagai investasi & kemitraan global yang dilakukan melalui jaringan Internet pendidikan AI3 Indonesia dapat memberikan sedikit sumbangan dalam meringankan beban bagi bangsa Indonesia dalam mengatasi krisis. Merdeka!