From aminm@perum-sarana.com Fri Sep 7 14:40:17 2001 Return-Path: Delivered-To: onno@pop-qmail.indo.net.id Received: (qmail 9950 invoked from network); 7 Sep 2001 14:42:25 +0700 Received: from sv-1.indo.net.id (202.159.33.41) by pop-qmail.indo.net.id with SMTP; 7 Sep 2001 14:42:25 +0700 Received: (qmail 2842 invoked by alias); 7 Sep 2001 14:42:24 +0700 Delivered-To: onno+indo.net.id@sv-1.indo.net.id Received: (qmail 2837 invoked by uid 505); 7 Sep 2001 14:42:24 +0700 Received: by sv-1.indo.net.id with indonet_e-virus_scanner-0.1c (clean, processed in 0.124715 secs); 07/09/2001 14:42:24 Received: from mailgate.indo.net.id (202.159.33.87) by sv-1.indo.net.id with SMTP; 7 Sep 2001 14:42:24 +0700 Received: (qmail 18396 invoked by alias); 7 Sep 2001 14:42:23 +0700 Delivered-To: onno@indo.net.id Received: (qmail 18280 invoked from network); 7 Sep 2001 14:42:18 +0700 Received: from unknown (HELO perum-sarana.com) (202.183.1.70) by mx-1.indo.net.id with SMTP; 7 Sep 2001 14:42:18 +0700 Received: from ppu03 [202.183.2.20] by perum-sarana.com [202.183.1.70] with SMTP (MDaemon.v2.8.5.0.R) for ; Fri, 07 Sep 2001 14:47:36 +0700 Message-ID: <006501c13770$57acece0$c7802eca@ppu03> From: "Amin Mas'udi" To: Subject: Matinya bisnis warnet kecil. Date: Fri, 7 Sep 2001 14:40:17 +0700 MIME-Version: 1.0 Content-Type: text/plain; charset="iso-8859-1" Content-Transfer-Encoding: 7bit X-Priority: 3 X-MSMail-Priority: Normal X-Mailer: Microsoft Outlook Express 5.00.2314.1300 X-MimeOLE: Produced By Microsoft MimeOLE V5.00.2314.1300 X-MDaemon-Deliver-To: onno@indo.net.id X-Return-Path: aminm@perum-sarana.com Status: RO X-Status: O Memenuhi permintaan Pak Onno, berikut saya kirimkan artikelnya. Artikel ini juga sudah diposting oleh rekan yang lain di asosiasi-warnet, jadi tidak perlu saya posting ulang. Terima kasih untuk waktu membacanya.. ----- 6/09/2001 Kolom Telematika Matinya Bisnis Warnet Kecil Penulis: Amin Mas'udi * detikcom - Jakarta,Terinspirasi oleh Paul Ormerod dengan "The Dead of Economics" -nya, penulis mencoba menuangkan kekhawatiran penulis terhadap masa depan bisnis warung internet (warnet) yang dikelola oleh usaha kecil, menengah dan koperasi. Tentunya tulisan pendek ini tidak ada relevansinya dengan karya Ormerod tersebut, penulis hanya meminjam judul Ormerod untuk mencoba menggambarkan secara nyata kondisi riil yang dihadapi oleh para pebisnis warnet kelas kecil. Bagi para pembaca yang telah bergabung dalam mailing list asosiasi-warnet@yahoogroups.com, tentu sudah sangat akrab dengan keluh kesah para pebisnis warnet kelas kecil ini. Para pebisnis warnet ini acapkali dihantam oleh berbagai persoalan dari berbagai pihak yang berkepentingan terhadap industri warnet. Ironisnya, hingga sekarang belum ada kebijakan pemerintah ataupun institusi yang siap untuk membantu para pebisnis warnet kecil ini. Asosiasi Warnet Indonesia (AWARI) yang diharapkan mampu menyuarakan aspirasi warnet , masih berkutat pada problema internal organisasi sehingga belum mampu menghadirkan manfaat optimal bagi para pebisnis warnet yang bergabung di dalamnya. Secara garis besar eksistensi pebisnis warnet kelas kecil ini terancam oleh dua ancaman. Ancaman pertama adalah monopoli Telkom; sebagai satu-satunya incumbent operator jasa telekomunikasi di Indonesia Telkom seringkali mengeluarkan kebijakan yang sangat merugikan para pebisnis warnet kelas kecil. Tarif pulsa dan jeleknya pelayanan merupakan kata kunci yang merepresentasikan persepsi negatif pebisnis warnet terhadap Telkom. Ancaman Telkom ini semakin terasa tatkala Telkom ikut-ikutan terjun menjadi retailer internet dengan Telkomnet Instan -nya. Ancaman yang kedua adalah persaingan yang tidak sehat yang mengarah pada free fight liberalism. Sesuai karakter pasarnya yang hingga sekarang masih bersifat free entry-exit , industri warnet "membolehkan " siapa saja untuk masuk ke dalamnya. Hal ini mengundang para investor bermodal besar untuk langsung terjun ke tengah-tengah pasar potensial (kampus) dengan membangun warnet atau lebih tepatnya supermarket internet dengan jumlah terminal yang sangat banyak dan didukung oleh kecepatan akses yang sangat cepat. Kombinasi antara banyaknya terminal dengan kecepatan akses ini tentunya dengan mudah dapat dikemas dalam strategi pricing yang sangat murah. Dampaknya, pebisnis warnet kelas kecil harus ikut-ikutan membanting harga untuk mengikuti irama persaingan. Yang menjadi masalah adalah sampai kapan mereka akan bertahan? Contoh nyata kasus ini adalah ekspansi M-Web dalam membangun supermarket internet di berbagai kampus. Bukankah persaingan merupakan hal yang wajar dalam bisnis? Kenapa takut bersaing? Mungkin diantara para pembaca ada yang mempunyai pola pikir demikian. Sebagai wacana tentunya hal ini sah-sah saja, akan tetapi kita pun tidak sewajarnya menafikan etika dalam bersaing. Persaingan yang tidak seimbang akan melahirkan ketidak adilan yang beujung pada kanibalisme. Sebagai analogi sederhana : "adilkah balapan mobil formula antara Ananda Mikola dengan Michael Schumacher?, adilkah PSSI diadu melawan Tim Tango Argentina?". Menurut DR. Onno W Purbo, competitive safeguard sudah sangat mendesak untuk segera diimplementasikan untuk mengatur persaingan yang sehat dalam industri ritel internet. Dua ancaman besar tersebut semakin memperlemah para pebisnis warnet yang memang sebelumnya sudah lemah. Kelemahan yang embedded pada para pebisnis warnet kelas kecil ini diantarnya adalah : terbatasnya modal dan dependen. Tentunya dengan modal yang amat terbatas, sangat sulit bagi para pebisnis warnet kecil ini untuk melakukan eskpansi. Kondisi ini diperparah dengan sikap perbankan yang sangat rigid dalam menerapkan prinsip prudential banking. Kolateral yang seharusnya syarat tambahan untuk mendapatkan kredit bergeser menjadi syarat utama. Aspek kelayakan usaha dinilai setelah kolateral yang tersedia cukup. Dengan kata lain tanpa kolateral untuk dapat mengakses perbankan adalah nonsense. Kelemahan kedua adalah dependen. Artinya para pebisnis warnet ini tidak akan bisa menjalankan bisnisnya tanpa campur tangan orang lain. Warnet tidak akan pernah hidup tanpa adanya ISP. Celakanya lagi adalah kalau ISP yang bersangkutan ikut pula terjun ke bisnis warnet. Posisi pebisnis warnet kecil ini semakin melemah dalam proses tawar menawar. Serangkaian problema di atas disamping semakin memperlemah warnet juga meminggirkannya dari arena persaingan langsung dari para pelaku besar. Lingkungan kampus yang sebelumnya merupakan "lahan basah" bagi para pebisnis warnet kelas kecil ini bukan mustahil suatu saat menjadi lahan yang kering dan gersang. Suatu saat mereka akan mencari pasar baru dengan pesaing yang sekelas. Tapi jangan salah, maut masih menunggu!! Telkoment Instan sudah menggarap segmen rumahan, ditambah lagi munculnya kabel vision yang menawarkan paket integrated antara layanan internet dengan TV kabel. Belum lagi, kalau para pemodal besar mengembangkan model mini market internet dengan mencontoh sukses Indomaret di bisnis barang eceran. Akan kemana larinya pebisnis warnet kelas kecil? Kematian sudah menunggu!!! Langkah Penyelamatan Penulis tidak muluk-muluk, hanya berharap bahwa pebisnis warnet kecil ini mampu bersaing dengan para pelaku bisnis lainya. Ibaratnya, Si Pelanduk harus di-upgrade menjadi Gajah supaya tidak terinjak-injak oleh pertarungan para Gajah. Tindakan yang harus segera dilakukan para pebisnis warnet ini adalah menutup kelemahan yang embedded di dalamnya. Kelemahan modal dapat diatasi dengan bersatu membentuk koperasi warnet, melalui koperasi inilah para pebisnis warnet kecil ini mengakses perbankan. Tentunya perbankan akan tetap dengan prinsipnya, karena memang koperasi dan usaha kecil adalah sama - sama high risk. Untuk meyakinkan perbankan, koperasi warnet dapat menggunakan jasa penjaminan kredit. Melalui penjaminan kredit, lembaga penjamin kredit bersedia menanggung sebesar prosentase tertentu dari resiko kredit nasabah. Artinya apabila dikemudian hari koperasi warnet mengalami default maka perbankan berhak atas klaim kepada lembaga penjamin kredit sebesar coverage lembaga penjaminan tersebut. Tentunya nasabah tidak terbebas begitu saja setelah penyelesaian klaim ini. Nasabah tetap wajib mengangsur subrogasi kepada lembaga penjaminan kredit sebesar klaim yang dibayar. Lebih jelas tentang penjaminan kredit, dapat didownload dari situs : www.perum-sarana.com/e-profile. Apabila satu kelemahan ini bisa ditutup, langkah selanjutnya adalah menutup kelemahan yang kedua. Warnet harus menjadi independen, atau paling tidak mempunyai daya tawar yang kuat terhadap para penyedia jasa internet. Untuk menjadi independen tentunya bukan persoalan yang mudah. Diperlukan pembangunan infrastruktur internet , yang tentunya akan memakan investasi yang sangat besar. Berat memang, akan tetapi sebelum terlambat kenapa tidak dimulai dari sekarang !!. Semoga Sukses. (dbu) *) Penulis bekerja pada bagian Sistek, Perum Sarana (BUMN penjamin kredit untuk usaha kecil, menengah dan koperasi)