From hn@melsa.net.id Sun Feb 3 23:50:59 2002 Return-Path: Delivered-To: onno@localhost.yc1dav.ampr.org Received: from localhost (localhost.localdomain [127.0.0.1]) by gate.yc1dav.ampr.org (Postfix) with ESMTP id 3BE7D719B for ; Wed, 6 Feb 2002 13:01:17 +0700 (JAVT) Delivered-To: onno@pop-qmail.indo.net.id Received: from pop.indo.net.id [202.159.32.71] by localhost with POP3 (fetchmail-5.7.4) for onno@localhost (single-drop); Wed, 06 Feb 2002 13:01:17 +0700 (JAVT) Received: (qmail 11196 invoked from network); 3 Feb 2002 23:53:10 +0700 Received: from sv-1.indo.net.id (202.159.33.41) by pop-qmail.indo.net.id with SMTP; 3 Feb 2002 23:53:10 +0700 Received: (qmail 31912 invoked by alias); 3 Feb 2002 23:53:10 +0700 Delivered-To: onno+indo.net.id@sv-1.indo.net.id Received: (qmail 31908 invoked by uid 505); 3 Feb 2002 23:53:10 +0700 Received: from sentto-2640246-10806-1012755152-onno=indo.net.id@returns.groups.yahoo.com by virusfree.indo.net.id with qmail-scanner-1.03 (uvscan: v4.1.40/v4184. . Clean. Processed in 0.176026 secs); 03 Feb 2002 16:53:10 -0000 Received: from mailgate.indo.net.id (202.159.33.87) by sv-1.indo.net.id with SMTP; 3 Feb 2002 23:53:09 +0700 Received: (qmail 13311 invoked by alias); 3 Feb 2002 16:53:09 -0000 Delivered-To: onno@indo.net.id Received: (qmail 13305 invoked from network); 3 Feb 2002 16:53:09 -0000 Received: from mx-2.indo.net.id (202.159.32.92) by mailgate.indo.net.id with SMTP; 3 Feb 2002 16:53:09 -0000 Received: (qmail 11759 invoked from network); 3 Feb 2002 23:53:07 +0700 Received: from n10.groups.yahoo.com (216.115.96.60) by mx-2.indo.net.id with SMTP; 3 Feb 2002 23:53:07 +0700 X-eGroups-Return: sentto-2640246-10806-1012755152-onno=indo.net.id@returns.groups.yahoo.com Received: from [216.115.97.164] by n10.groups.yahoo.com with NNFMP; 03 Feb 2002 16:52:32 -0000 X-Sender: hn@melsa.net.id X-Apparently-To: genetika@yahoogroups.com Received: (EGP: mail-8_0_1_3); 3 Feb 2002 16:52:31 -0000 Received: (qmail 33155 invoked from network); 3 Feb 2002 16:52:31 -0000 Received: from unknown (216.115.97.172) by m10.grp.snv.yahoo.com with QMQP; 3 Feb 2002 16:52:31 -0000 Received: from unknown (HELO n6.groups.yahoo.com) (216.115.96.56) by mta2.grp.snv.yahoo.com with SMTP; 3 Feb 2002 16:52:31 -0000 Received: from [216.115.96.159] by n6.groups.yahoo.com with NNFMP; 03 Feb 2002 16:52:09 -0000 To: genetika@yahoogroups.com Message-ID: User-Agent: eGroups-EW/0.82 X-Mailer: Yahoo Groups Message Poster From: "hn_62818200501" X-Originating-IP: 202.153.130.97 X-Yahoo-Profile: hn_62818200501 MIME-Version: 1.0 Mailing-List: list genetika@yahoogroups.com; contact genetika-owner@yahoogroups.com Delivered-To: mailing list genetika@yahoogroups.com Precedence: bulk List-Unsubscribe: Date: Sun, 03 Feb 2002 16:50:59 -0000 Subject: [GENETIK@] dari Kompas Cetak : VoIP sebagai Alternatif, Bukan Alat Kekuasaan Reply-To: genetika@yahoogroups.com Content-Type: text/plain; charset=US-ASCII Content-Transfer-Encoding: 7bit Status: R X-Status: N VoIP sebagai Alternatif, Bukan Alat Kekuasaan SAVE by the rain mungkin ungkapan sementara yang bisa menggambarkan situasi permasalahan yang dihadapi pertelekomunikasian di Indonesia. Tanpa disadari tarif telepon akan naik harga mulai hari ini, dengan sebuah alasan agar bisa memberikan pelayanan yang lebih baik dan mengundang investor masuk ke Indonesia untuk membangun jaringan SST (satuan sambungan telepon) yang memang sudah semrawut dan sangat kurang jumlahnya jika berbanding dengan total jumlah penduduk Indonesia. Memang kita tidak bisa memahami dan melihat secara jernih korelasi alasan yang diberikan, selain menduga ini berkaitan dengan isu saham perusahaan telekomunikasi di Indonesia yang sudah go public di bursa luar negeri. Yang lebih membingungkan lagi adalah ternyata operator telepon Indonesia ini akan menggunakan cara waralaba (lihat Bisnis Indonesia, 31/1) untuk membangun jaringan telepon, bukannya diperoleh dari hasil meningkatnya tarif telepon yang dibebankan kepada konsumen. Lebih pusing lagi, kalau semua persoalan penambahan SST dan kenaikan tarif pulsa telepon dikaitkan dengan rencana pembangunan jaringan utama berbasis Internet Protocol (IP) di 100 kota di Indonesia dengan menggunakan produk-produk buatan Cisco seharga 11 juta dollar AS (lihat detikcom, http://www.detikinet.com/berita/2002/01/17/ 20020117- 151920.shtml) dan diperkirakan akan selesai pada bulan Juni mendatang. Di sisi lain, masalah VoIP (Voice over IP) yang menjadi perdebatan yang tidak habis-habis selama satu tahun belakangan ini. Yang mengherankan adalah di tengah-tengah kebutuhan mendesak akan sambungan telepon untuk kepentingan orang banyak, kenapa justru yang dibangun adalah jaringan IP? Ini benar-benar membingungkan, karena akan sulit sekali melihat ke arah mana sebenarnya cetak-biru pertelekomunikasian di Indonesia untuk kurun dua-tiga tahun ke depan. Pertanyaannya adalah apakah memang orang kebanyakan di Indonesia sekarang ini membutuhkan jaringan IP tersebut. Atau memang ada niat dan itikad lain sebagai pemegang tunggal pertelekomunikasian yang bisa mengatasnamakan "memberikan pelayanan bagi masyarakat", yang sebenarnya terus-menerus dibebani dengan biaya yang terus meningkat dan di sisi lain dirugikan karena tidak bisa memperoleh pelayanan yang lebih baik sesuai biaya yang dikeluarkan. Dalam konteks ini sebenarnya kita mencoba melihat dan memahami kalau VoIP adalah satu di antara banyak pilihan teknologi komunikasi informasi bagi orang banyak yang sekarang ini memang sulit untuk bisa mengembangkan diri di tengah-tengah krisis ekonomi dan keuangan yang berkepanjangan. Tulisan ini sebenarnya tidak dimaksudkan untuk memperdebatkan apakah terjadi korupsi atas pulsa yang digunakan VoIP atau mau mengatasnamakan "rakyat" yang selalu dijadikan pijakan dalam mempertahankan "periuk nasi" para pengusaha yang bergerak di bidang ini. Akan tetapi, yang perlu dipikirkan bersama adalah teknologi komunikasi informasi yang berbasis jaringan dan penuh dengan berbagai macam ragam konverjensi, tidak bisa hanya dikuasai dan dimonopoli oleh satu orang atau satu pihak saja. Karena itu, teknologi IP sendiri mempunyai banyak peluang dan tidak akan pernah mencapai sebuah tingkatan yang optimal karena akan terus-menerus berkembang sesuai dengan kebutuhan yang berlaku pada skala global, regional, dan nasional. Alternatif Teknologi komunikasi informasi ini ibarat kendaraan yang kita kenal pada sebuah sistem perkotaan metropolitan seperti Jakarta. Untuk mencapai ke kawasan Glodok dari Blok M di Kebayoran Baru, seseorang bisa memilih berbagai alternatif transportasi yang tersedia. Sesorang bisa memilih menggunakan taksi, ojek, bajaj, maupun bus kota untuk mencapai daerah Glodok. Atau, kalau memang tidak punya uang, berjalan kaki pun akan membawa seseorang sampai ke Glodok. Perumpamaan ini mengisyaratkan bahwa sebenarnya telekomunikasi itu sama dengan transportasi, ada biaya yang dikeluarkan. Atau dalam istilah populernya, there is no such thing as a free lunch. Artinya, orang mempunyai pilihan jenis komunikasi apa yang ingin digunakan untuk menghubungi Washington dari Jakarta atau Surabaya. Kalau mua kualitas suara yang prima, silakan gunakan 001 atau 008, tetapi kalau dana komunikasinya tidak memadai silakan gunakan VoIP. Secara tradisional, sebuah percakapan telepon dikirim menggunakan beberapa sirkuit switch, di mana masing-masing sambungan telepon memerlukan satu kanal tersendiri (dedicated channel). Sedangkan percakapan telepon yang menggunakan jaringan Internet atau yang disebut sebagai VoIP, beroperasi dengan mengubah data suara yang kita dengar di gagang telepon menjadi kumpulan digital atau disebut paket- paket dan dikirim melalui jaringan Internet yang tersedia. Sinyal yang dikirim dalam paket-paket digital ini kemudian dikumpulkan kembali menjadi suara analog di ujung penerimanya. Metoda VoIP yang menggunakan jalur dalam jumlah yang sangat banyak ini, seperti halnya jaringan Internet, menjadi lebih efisien dan juga dengan sendirinya menjadi lebih murah dibanding dengan cara menelepon konvensional. Penghematan berkat teknologi Internet yang tersedia ini juga dinikmati oleh para pengguna telepon sebagai konsumen telekomunikasi. Tidak mengherankan kalau awal tahun 2001 lalu, International Telecommunications Union (ITU) di Geneva, Swiss, memperkirakan bahwa 40 persen sambungan percakapan internasional akan dilakukan melalui jaringan Internet pada tahun 2004 yang akan datang. Akan tetapi, perlu juga diingat, seperti pada perumpaan transportasi Blok M-Glodok di atas, kalau sebuah percakapan telepon melalui jaringan Internet yang padat dan ramai, paket digital dalam bits dan bytes tersebut bisa menjadi "onggokan data" dan hasil suaranya pasti tidak se- "merdu" yang diharapkan konsumen. Sambungan analog Di sisi lain, perlu juga diketahui kalau jaringan Internet dengan VoIP yang menghebohkan di Indonesia ini, tidak dirancang untuk memperbaiki kualitas suara. Dengan demikian, VoIP memang tidak akan pernah bisa sebanding dengan jasa sambungan telepon primer. Apalagi dengan semakin bertambah padatnya jaringan Internet sekarang ini, kecepatan akses data di jaringan Internet pun sudah mulai terasa sangat lamban. Di samping itu, persiapan untuk membangun fasilitas jasa VoIP sendiri sebenarnya juga tidak sesulit seperti yang kita bayangkan selama ini. Bahkan, seperti yang disaksikan Kompas sekitar dua pekan lalu di Jakarta, untuk mempersiapkan jasa VoIP cukup dikendalikan dari jauh dan dikerjakan hanya satu orang yang mengerti seluk-beluk teknologi IP. Bahkan, jasa ini hanya menggunakan saluran analog biasa (bukan menggunakan sambungan E1 yang digital) dengan meminta sambungan telepon sebanyak 64 buah dari PT Telkom. Sistem yang disaksikan Kompas ini menggunakan jasa VoIP melalui penjualan prabayar dengan menggunakan kartu, maupun sistem pascabayar di mana seseorang bisa menjadi pelanggan dan menggunakan jasa VoIP dengan cukup menekan nomor akses telepon tertentu yang langsung bisa mengenali, apakah penelepon itu pelanggan jasa VoIP atau bukan melalui sistem Caller ID. Sistem jasa VoIP yang disaksikan Kompas tersebut adalah menggunakan 64 sambungan telepon analog, di mana masing-masing saluran digunakan oleh 20-30 pelanggan. Untuk mempersiapkan usaha jasa VoIP, yang diperlukan hanya perangkat VoIP itu sendiri buatan Clarent, AS (http:// www.clarent.com) seharga sekitar 35.000 dollar AS yang disebut Clarent Gateway 1200 serta sebuah perangkat kendali sentral yang disebut sebagai Clarent Command Center yang dijual sesuai dengan lisensi port (sambungan) yang ingin digunakan. Selain perangkat Clarent, perangkat lainnya yang digunakan pada usaha jasa VoIP ini menggunakan sekitar enam buah komputer PC rakitan yang akan memuat lisensi Clarent tersebut yang dipaket dengan sistem tagihan serta untuk sistem database pelanggan. Para pelaku jasa VoIP ini kepada Kompas mengatakan, setelah sistem terpasang mereka perlu menghubungi sebuah clearing house yang melelang sambungan koneksi internasional tergantung negara tujuan. "Biasanya kita harus menyerahkan deposit sebesar 5.000 dollar AS untuk sambungan 100.000 menit. Dengan menggunakan 30 sambungan satuan telepon, kita kira-kira punya sekitar 1,2 juta menit yang bisa digunakan untuk menjual jasa VoIP," jelas pengusaha jasa VoIP tersebut. Perangkat Clarent ini kemudian dihubungkan dengan jaringan Internet dengan saluran sebesar 256 Kbps untuk sebanyak 32 port saluran yang digunakan. Yang menarik, seluruh perangkat ini diletakkan pada sebuah ruangan perkantoran seukuran 3x5 meter yang semuanya terisi dengan berbagai kabel melintang, baik kabel telepon maupun kabel LAN, dan tidak memerlukan penanganan khusus kalau mau memindahkannya. Alat kekuasaan Dari pengalaman melihat bagaimana sebuah usaha jasa VoIP ini dilakukan, sudah jelas bahwa siapa saja bisa melakukan usaha ini dan tidak ada cara yang bisa dilakukan oleh regulator atau para pesaing lainnya yang memonopoli jaringan telekomunikasi untuk menghentikan atau membendung jenis usaha seperti ini. Artinya, teknologi VoIP bisa dikembangkan oleh siapa saja, mulai dari skala yang paling kecil (misalnya hanya untuk jarak sambungan yang pendek antara Jakarta- Bogor) maupun skala yang paling besar mencakup sambungan SLJJ yang jauh maupun SLI ke berbagai negara. Dengan demikian, memang mengherankan kalau teknologi VoIP ini menjadi sebuah perdebatan yang berkepanjangan tanpa mampu menemukan sebuah solusi memadai yang bisa menampung upaya orang untuk mengembangkan teknologi IP itu sendiri, maupun niatan orang-orang yang memang mencari nafkah dari teknologi jaringan Internet itu sendiri. Keheranan kita pun semakin menjadi ketika teknologi IP menjadi alat kekuasaan sebagai akibat ketidakmampuan untuk mengembangkan usaha yang sedang digelutinya. Artinya, dengan mematikan sambungan sewa E1 saluran digital kepada para pelaku usaha VoIP yang sekarang secara perlahan-lahan diberlakukan tanpa lagi melihat aturan-aturan kesepakatan minimal yang sudah dicapai, tidak berarti bahwa penyediaan pilihan komunikasi yang murah dan efektif bagi orang banyak akan bisa dimonopoli oleh satu perusahaan saja. Karena, teknologi IP bersifat sangat dinamis. Sebuah paket digital pasti akan menemukan jalannya sendiri untuk sampai ke tempat tujuan, walaupun harus melalui berbagai juta perangkat komputer dan gateway yang ada di jaringan Internet sekarang ini. Kalau tidak bisa dilakukan dengan menggunakan saluran digital, usaha VoIP masih bisa dilakukan menggunakan digital, bisa menggunakan saluran analog. Dan masih banyak kemungkinan yang disediakan teknologi IP, dan pasti tidak akan bisa dikuasai secara menyeluruh dan utuh oleh satu perusahaan saja atau satu kelompok saja. (rlp) ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor ---------------------~--> Get your FREE credit report with a FREE CreditCheck Monitoring Service trial http://us.click.yahoo.com/ACHqaB/bQ8CAA/ySSFAA/9rHolB/TM ---------------------------------------------------------------------~-> To unsubscribe from this group, send an email to: GENETIKA-unsubscribe@egroups.com Your use of Yahoo! Groups is subject to http://docs.yahoo.com/info/terms/